Apa yang ingin saya
tulisakan kali ini adalah sebuah penolakan bertubi-tubi yang saya dapatkan
sepanjang perjalanan sekolah master saya di Eropa. Penolakan yang datang
terakhir tertanggal "March 25, 2013, yang artinya adalah 4 hari
sebelum final presentation untuk internship (penelitian) kedua
saya di Experimental Urology Department. Ketika saya buka email saya siang itu,
perasaan saya masih biasa saja mengingat dalam hitungan hari saya akan
mempresentasikan hasil penelitian saya selama 7 bulan terakhir. Setelah men-submit aplikasi
terakhir saya sekitar 1 bulan sebelumnya saya pun disibukkan dengan melengkapi
data penelitian, menulis laporan, dan mulai menulis thesis. Tugas-tugas ini pun
mampu memfokuskan seluruh perhatian saya. Mengingat saya juga ingin segera
menyelesaikan master saya sebelum Ramadhan jika memungkinkan, weekeend pun
kadang saya habiskan di lab.
Yap, kembali pada penolakan
atau lebih tepatnya rejection yang saya dapatkan hari itu.
Saya agak bingung menyebutkan istilah rejection karena ini
sudah kali ketiga dan sebelumnya saya masih menyebutnya was not
accepted. Well, intinya adalah aplikasi saya di Deutsches
Krebsforschungszentrum (DKFZ) atau lebih dikenal dengan German Cancer Research
mendapatkan jawaban. Dalam email yang saya dapat siang itu tertulis "The
applications for this internship were of an extremely high standard and I
regret to inform you that your application has not been successful". Membaca
kalimat itu rasanya darah saya langsung turun namun kemudian saya menyadari
sesuatu. Saya telepon orang tua di Indonesia beberapa saat kemudian.
Untungnya ayah saya belum tidur, mengingat CET sudah pukul 4 p.m dan WIB tentu
sudah pukul 10 p.m, winter time masih berlaku. Yang bicara di
ujung telepon adalah ayah saya. Beliau agak kaget mengapa saya menelpon
malam-malam, tidak biasanya saya menelpon tengah malam, mungkin itu yang bisa
saya baca dari nada suaranya. Beliau pun menanyakan ada apa dan saya langsung
menanyakan di mana ibu saya. Agak beberapa saat dan ternyata ibu sudah menjelang
tidur. Ibu pun juga bertanya ada apa kok telpon malam-malam. Jika saya menelpon
malam-malam pasti ada sesuatu dan cukup mendesak. Ibu sudah cukup mahfum, apa
saja yang saya alami disini pasti saya ceritakan pada beliau dan ibu akan
menjadi orang pertama untuk mendengarnya, kemudian saya akan merasa lebih lega
jika telah membaginya dengan ibu, entah baik atau buruk, memang saya masih
sangat mbok-mboken istilahnya orang jawa, meski sudah jauh
begini. Well, saya ceritakan bahwa, barusan saya mendapat email tentang
aplikasi saya di DKFZ, Jerman untuk summer internship dan saya
tidak diterima. "Yasudah kalau tidak diterima tidak apa. Ini sudah ketiga
kali aplikasi untuk penelitian ke Jerman tidak diterima, mungkin memang susah
dan pemilihannya ketat atau memang kamu tidak boleh ke Jerman sama Allah. Sabar
saja, nanti pasti ada hikmahnya kenapa kamu tidak diterima di Jerman, yang
penting sudah beruasaha kalaupun belum diterima ya pasrah saja, pasti ada jalan
lain yang lebih baik daripada ke Jerman." Kalimat itu yang melucur dari
ibu saya begitu mendengar satu kalimat yang saya sampaikan. Saya pun berpikir
mungkin ibu ada benarnya, saya tidak boleh ke Jerman sama Allah untuk
penelitian atau tinggal lebih lama daripada sekedar jalan-jalan, namun mengapa
saya belum tahu. Saya percaya pasti Allah punya alasan untuk semuanya, saya
tinggal sabar untuk jawabannya, bukan begitu? Detik itu pula saya tersadar dan
mengingatkan diri saya bahwa "Germany is not yours, Inna. Netherlands is
yours!"
Well, sedikit menilik lagi
mengapa saya menyimpulkan pengalaman saya demikian dan ingatan saya kembali ke
pergantian spring 2012. March 30, 2012, siang
itu hati saya senang dan agak sedikit kaget karena email yang saya terima
dari Helmholtz International Graduate School for Cancer Research,
dengan subyek Outcome of your application for the DKFZ 2012 Summer
Internship berbunyi I am pleased to inform you that your
application has been selected for the next stage of review. Setelah
email itu saya pun mendapatkan pilihan project yang ditawarkan selama summer beserta
supervisornya dan saya diminta untuk memilh salah 3 dari 6 project yang
ditawarkan. Tentu saya memilih yang berkaitan dengan minat dan apa yang ingin
saya capai kedepan. Saya kirimkan pilihan project yang mendekati dengan minat
saya karena hampir semua project agak jauh dengan minat saya di bidang Tumor
Immunology. Namun, saya berharap masih dapat kesempatan untuk menambah
pengalaman riset diluar Belanda. Jawaban dari aplikasi pertama ini saya
dapatkan pada bulan Mei 2012 yang mengatakan I regret to inform you
that we are not able to offer you a summer internship position at the
German Cancer Research Center. The applications were of an extremely high
standard and we only have a very limited number of positions available. In
the unlikely event that someone drops out, we will let you know. Sejak
saat itu keinginan saya untuk melakukan internship di DKFZ semakin bear,
tidak hanya untuk summer internship. Saya pun mulai berburu
informasi dan lab-lab yang ada di sana. Saya juga mencari tahu apakah ada
mahasiswa Indonesia yang studi di sana. Voila!! ternyata ada, wow! langsung
saja hubungi beliau, namanya mbak Dewi. Singkat cerita, akhirnya saya pun
berkunjung ke Heidelberg, Germany pada summer 2012 dan
mendapatkan banyak sharing dari mbak Dewi. Keinginan untuk
internship pun semakin besar, namun apa daya, setelah menghubungi beberapa
supervisor dan tidak mendapatkan jawaban, akhirnya saya urung juga dan memulai
internship di Belanda lagi hingga April 2013.
Gagal di kali pertama,
tidak membuat saya menyerah untuk mencoba aplikasi internship di Jerman.
Sekembalinya saya ke Belanda pada winter 2013, saya mendengar
ada aplikasi summer internship 2013 di Max Planck Institute
of Immunobiology and Epigenetics, Freiburg, Gemany. Segera saya siapkan
aplikasi dan semua persyaratan yang dibutuhkan kemudian saya kirimkan aplikasi
lengkap via email. Saya sangat berharap besar pada aplikasi ini, karena ini
mungkin akan menjadi kesempatan terakhir sebelum jatah saya di
Eropa habis dan MPI sangat cocok dengan minat saya. Namun, kehendak-Nya berkata
lain, email yang saya terima pada 12 Februari, mengatakan We have
carefully reviewed all applications received and have, after thorough
consideration, identified other candidates whose credentials and qualifications
we feel are a closer match to our needs. I am sorry that we cannot give
you better news and wish you all the best. Email ini membuat saya
langsung lemas dan sempat bersedih selama beberapa hari. Namun, saya
sadar, saya masih punya satu harapan untuk Summer Internship DKFZ
2013.
Akhirnya, saya pun mendapat
jawaban dari 3 aplikasi saya ke Jerman, dan semua adalah penolakan. Ya, Germany
is not mine! Tempat saya bukan di Jerman, jika saya diijinkan
internship di Jerman maka pasti ada jalan, seperti apa yang saya capai untuk ke
Belanda. Netherlands is mine! Semoga saya masih tetap sabar
untuk menanti jalan yang lebih baik dari-Nya.
cheers..Groetjes!
Bukan tidak rezeki, tapi belum rezeki :) Kalo udah gagal berkali-kali trus dapet uiihh rasanya bukan main.
ReplyDelete*jadi inget dulu ditolak perusahaan dimana-mana, begitu dapet senengnya selangit -walaupun ujung2nya resign juga* hahaha
hohoho...iya juga si ndut.. tapi hasil ngaca dan sadar diri sepertinya memang tempatnya bukan di situ...siapa tau malah di Prague..*eehh
Deletehahahaha... kalo memang bukan passion mending mundur segera lah daripda terlanjur basah..terkadang ingin menaklukan tantangannya saja, tapi bukan tempat terbaik.. :D
Iya, jadi sekarang aku pun gitu, melakukan sesuatu nggak lagi memandang prestisius. Biar kata jualan ikan nggak sekece pegawai bank, tapi kan yang penting enjooooy hehehe
ReplyDeletebetuuuulll.... :D
Deletehmmm...jngan salah dagang ikan kalo jadi saudagar bisa pesiar juga loohhh...^^ yang penting halal dan barokah...bukan begitu??? *tos!
Hai Inna salam kenal ya, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya :). Barusan selsai baca cerita perjuanganmu, salut dengan usahamu Inn, jangan menyerah! :). Dulu aku ga pernah berjodoh dengan orang Belanda, padahal pertama kali menginjakkan kaki pas ke LN ya ke Belanda, ternyata Tuhan berkata lain, saya malah berjodoh dengan pria Jerman ;). *mencoba mengaitkan kisahmu dengan kisahku hehehe.
ReplyDelete