March 30, 2013

Germany is not mine



Apa yang ingin saya tulisakan kali ini adalah sebuah penolakan bertubi-tubi yang saya dapatkan sepanjang perjalanan sekolah master saya di Eropa. Penolakan yang datang terakhir tertanggal "March 25, 2013, yang artinya adalah 4 hari sebelum final presentation untuk internship (penelitian) kedua saya di Experimental Urology Department. Ketika saya buka email saya siang itu, perasaan saya masih biasa saja mengingat dalam hitungan hari saya akan mempresentasikan hasil penelitian saya selama 7 bulan terakhir. Setelah men-submit aplikasi terakhir saya sekitar 1 bulan sebelumnya saya pun disibukkan dengan melengkapi data penelitian, menulis laporan, dan mulai menulis thesis. Tugas-tugas ini pun mampu memfokuskan seluruh perhatian saya. Mengingat saya juga ingin segera menyelesaikan master saya sebelum Ramadhan jika memungkinkan, weekeend pun kadang saya habiskan di lab. 

Yap, kembali pada penolakan atau lebih tepatnya rejection yang saya dapatkan hari itu. Saya agak bingung menyebutkan istilah rejection karena ini sudah kali ketiga dan sebelumnya saya masih menyebutnya was not accepted. Well, intinya adalah aplikasi saya di Deutsches Krebsforschungszentrum (DKFZ) atau lebih dikenal dengan German Cancer Research mendapatkan jawaban. Dalam email yang saya dapat siang itu tertulis "The applications for this internship were of an extremely high standard and I regret to inform you that your application has not been successful". Membaca kalimat itu rasanya darah saya langsung turun namun kemudian saya menyadari sesuatu.  Saya telepon orang tua di Indonesia beberapa saat kemudian. Untungnya ayah saya belum tidur, mengingat CET sudah pukul 4 p.m dan WIB tentu sudah pukul 10 p.m, winter time masih berlaku. Yang bicara di ujung telepon adalah ayah saya. Beliau agak kaget mengapa saya menelpon malam-malam, tidak biasanya saya menelpon tengah malam, mungkin itu yang bisa saya baca dari nada suaranya. Beliau pun menanyakan ada apa dan saya langsung menanyakan di mana ibu saya. Agak beberapa saat dan ternyata ibu sudah menjelang tidur. Ibu pun juga bertanya ada apa kok telpon malam-malam. Jika saya menelpon malam-malam pasti ada sesuatu dan cukup mendesak. Ibu sudah cukup mahfum, apa saja yang saya alami disini pasti saya ceritakan pada beliau dan ibu akan menjadi orang pertama untuk mendengarnya, kemudian saya akan merasa lebih lega jika telah membaginya dengan ibu, entah baik atau buruk, memang saya masih sangat mbok-mboken istilahnya orang jawa, meski sudah jauh begini. Well, saya ceritakan bahwa, barusan saya mendapat email tentang aplikasi saya di DKFZ, Jerman untuk summer internship dan saya tidak diterima. "Yasudah kalau tidak diterima tidak apa. Ini sudah ketiga kali aplikasi untuk penelitian ke Jerman tidak diterima, mungkin memang susah dan pemilihannya ketat atau memang kamu tidak boleh ke Jerman sama Allah. Sabar saja, nanti pasti ada hikmahnya kenapa kamu tidak diterima di Jerman, yang penting sudah beruasaha kalaupun belum diterima ya pasrah saja, pasti ada jalan lain yang lebih baik daripada ke Jerman." Kalimat itu yang melucur dari ibu saya begitu mendengar satu kalimat yang saya sampaikan. Saya pun berpikir mungkin ibu ada benarnya, saya tidak boleh ke Jerman sama Allah untuk penelitian atau tinggal lebih lama daripada sekedar jalan-jalan, namun mengapa saya belum tahu. Saya percaya pasti Allah punya alasan untuk semuanya, saya tinggal sabar untuk jawabannya, bukan begitu? Detik itu pula saya tersadar dan mengingatkan diri saya bahwa "Germany is not yours, Inna. Netherlands is yours!" 

Well, sedikit menilik lagi mengapa saya menyimpulkan pengalaman saya demikian dan ingatan saya kembali ke pergantian spring 2012. March 30, 2012, siang itu hati saya senang dan agak sedikit kaget karena email yang saya terima dari Helmholtz International Graduate School for Cancer Research, dengan subyek Outcome of your application for the DKFZ 2012 Summer Internship berbunyi I am pleased to inform you that your application has been selected for the next stage of review. Setelah email itu saya pun mendapatkan pilihan project yang ditawarkan selama summer beserta supervisornya dan saya diminta untuk memilh salah 3 dari 6 project yang ditawarkan. Tentu saya memilih yang berkaitan dengan minat dan apa yang ingin saya capai kedepan. Saya kirimkan pilihan project yang mendekati dengan minat saya karena hampir semua project agak jauh dengan minat saya di bidang Tumor Immunology. Namun, saya berharap masih dapat kesempatan untuk menambah pengalaman riset diluar Belanda. Jawaban dari aplikasi pertama ini saya dapatkan pada bulan Mei 2012 yang mengatakan I regret to inform you that we are not able to offer you a summer internship position at the German Cancer Research Center. The applications were of an extremely high standard and we only have a very limited number of positions available. In the unlikely event that someone drops out, we will let you know. Sejak saat itu keinginan saya untuk melakukan internship di DKFZ semakin bear, tidak hanya untuk summer internship. Saya pun mulai berburu informasi dan lab-lab yang ada di sana. Saya juga mencari tahu apakah ada mahasiswa Indonesia yang studi di sana. Voila!! ternyata ada, wow! langsung saja hubungi beliau, namanya mbak Dewi. Singkat cerita, akhirnya saya pun berkunjung ke Heidelberg, Germany pada summer 2012 dan mendapatkan banyak sharing dari mbak Dewi. Keinginan untuk internship pun semakin besar, namun apa daya, setelah menghubungi beberapa supervisor dan tidak mendapatkan jawaban, akhirnya saya urung juga dan memulai internship di Belanda lagi hingga April 2013. 

Gagal di kali pertama, tidak membuat saya menyerah untuk mencoba aplikasi internship di Jerman. Sekembalinya saya ke Belanda pada winter 2013, saya mendengar ada aplikasi summer internship 2013 di Max Planck Institute of Immunobiology and Epigenetics, Freiburg, Gemany. Segera saya siapkan aplikasi dan semua persyaratan yang dibutuhkan kemudian saya kirimkan aplikasi lengkap via email. Saya sangat berharap besar pada aplikasi ini, karena ini mungkin akan menjadi kesempatan terakhir sebelum jatah saya di Eropa habis dan MPI sangat cocok dengan minat saya. Namun, kehendak-Nya berkata lain, email yang saya terima pada 12 Februari, mengatakan We have carefully reviewed all applications received and have, after thorough consideration, identified other candidates whose credentials and qualifications we feel are a closer match to our needs. I am sorry that we cannot give you better news and wish you all the best. Email ini membuat saya langsung lemas dan sempat bersedih selama beberapa hari. Namun, saya sadar, saya masih punya satu harapan untuk Summer Internship DKFZ 2013.

Akhirnya, saya pun mendapat jawaban dari 3 aplikasi saya ke Jerman, dan semua adalah penolakan. Ya, Germany is not mine! Tempat saya bukan di Jerman, jika saya diijinkan internship di Jerman maka pasti ada jalan, seperti apa yang saya capai untuk ke Belanda. Netherlands is mine! Semoga saya masih tetap sabar untuk menanti jalan yang lebih baik dari-Nya. 

cheers..Groetjes! 

5 comments:

  1. Bukan tidak rezeki, tapi belum rezeki :) Kalo udah gagal berkali-kali trus dapet uiihh rasanya bukan main.

    *jadi inget dulu ditolak perusahaan dimana-mana, begitu dapet senengnya selangit -walaupun ujung2nya resign juga* hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hohoho...iya juga si ndut.. tapi hasil ngaca dan sadar diri sepertinya memang tempatnya bukan di situ...siapa tau malah di Prague..*eehh

      hahahaha... kalo memang bukan passion mending mundur segera lah daripda terlanjur basah..terkadang ingin menaklukan tantangannya saja, tapi bukan tempat terbaik.. :D

      Delete
  2. Iya, jadi sekarang aku pun gitu, melakukan sesuatu nggak lagi memandang prestisius. Biar kata jualan ikan nggak sekece pegawai bank, tapi kan yang penting enjooooy hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. betuuuulll.... :D
      hmmm...jngan salah dagang ikan kalo jadi saudagar bisa pesiar juga loohhh...^^ yang penting halal dan barokah...bukan begitu??? *tos!

      Delete
  3. Hai Inna salam kenal ya, terima kasih sudah berkunjung ke blog saya :). Barusan selsai baca cerita perjuanganmu, salut dengan usahamu Inn, jangan menyerah! :). Dulu aku ga pernah berjodoh dengan orang Belanda, padahal pertama kali menginjakkan kaki pas ke LN ya ke Belanda, ternyata Tuhan berkata lain, saya malah berjodoh dengan pria Jerman ;). *mencoba mengaitkan kisahmu dengan kisahku hehehe.

    ReplyDelete