February 17, 2017

Satu tahun pun berlalu

Haaaaaaaaaiiiiiiiiiiiiiiiiiiii....................*tengak-tengok.temlen.

Yaaaaa ampuuunnnnnn rasanya sudah seabad gak nulis, hingga tahun pun berganti. Terakhir nulis itu habis presentasi SALL meeting yang menandai bahwa saya sudah bergelut dengan project MLL2 selama setahun...haaa??? SETAHUN ??!! Iyaaa... setahun...gak terasa yaaa.... rasa-rasanya baru kemaren saya dapat beasiswa terus menikmati keceriaan dan kedudulan PK yang memperkenalkan saya dengan berbagai awardee dari seluruh penjuru Indonesia. Yap, waktu pun berjalan dan saya pun akhirnya sudah setahun terdampar di kota pelajar yang terletak di ujung utara negeri kumpeni ini, Groningen. Setelah melewati libur akhir tahun dan escaping winter ke Indonesia, hidup sebagai PhD student harus berlanjut! 

Hei..apa kabar PhDlife, by the way? 
Well, setelah setahun berjalan, saya mulai merasakan bagaimana naik turunnya kehidupan sebagai mahasiswa S3, yang notabene dituntut untuk lebih mandiri, baik dalam pemikiran maupun eksekusi lapangan, dalam hal ini untuk saya adalah pekerjaan lab. Seperti supervisor saya bilang "You do what the supervisor tells you". Tampaknya kalimat ini benar adanya. Saya masih merasa banyak mengikuti saran, masukan, atau mungkin apapun yang dikatakan supervisor terkait project yang saya kerjakan. Dan akhirnya beberapa waktu ini saya mulai merasa bodoh dan wawasan saya begitu sempitnya.  Saya belum mampu untuk berargumen dengan supervisor ketika harus progress report maupun weekly meeting. Analisis saya masih begitu cethek-nya sampai saya harus banyak dibantu untuk membuat cerita yang masuk akal dalam persiapan presentasi lalu. Hmm... memang menjadi mahasiswa S3 itu tidak mudah dan harus dijalani dengan penuh kesabaran. 

Jadi ceritanya semalam saya diundang untuk makan malam bersama dengan Wakil Rektor Akademik UGM, Prof. Iwan. Beliau hadir ke Groningen untuk ujian disertasi salah seorang mahasiswa Indonesia hari ini. Kepada kami berlima beliau bercerita kehidupan PhD student di jamannya vs PhD student sekarang. Dari segi akses, saat ini PhD student tidak perlu merasa takut lagi karena akses informasi yang dibutuhkan untuk kelancaran studi sudah tersedia cukup luas. Masalahanya adalah sebagai PhD student, kita harus bisa memilih dan memilah innformasi mana saja yang relevan dengan riset yang sedang dijalani. Yang lebih menarik dari kehidupan PhD Prof. Iwan adalah, semangat beliau untuk menyelesaikan disertasi dengan data pasien sebanyak hampir 3200 dan selama menjalani kehidupan PhD beliau bekerja dari pukul 7 pagi hingga menjelang tengah malam. Bisa dibayangkan bagaimana menguras pikiran juga hati menjadi mahasiswa S3 itu. Kalau tidak benar-benar tahan banting dan tahan dengan segala tekanan, bisa remuk sudah. 

Dan hari ini, saya diberikan contoh nyata PhD student yang telah menyelesaikan masa studi dengan sempurna dalam 3.5 tahun dengan jumlah publikasi yang cukup memuaskan, membuat momen PhD defence tadi menjadi bagian paling sakral dalam perjalanan sekolah yang tak menentu ini. Saya pun hanya bisa berharap, menjalani, dan terus berusaha, semoga di tahun kedua jalan saya untuk mencapai gelar akademik tertinggi ini semakin jelas dan nyata. Namun, lebih dari itu, semoga apapun dan semoga semua ilmu yang saya dapatkan disini menjadikan manfaat untuk semua aspek sekecil apapun itu. Semoga...... 

Salam dari Khroningen yang mulai menghangat      

No comments:

Post a Comment