June 6, 2013

reverse culture shock

Menjalani kehidupan di Eropa adalah sebuah mimpi yang berhasil saya wujudkan. Dan selama 2 tahun ini kehidupan di Eropa terasa lebih ringan dan nyaman, meski sebenarnya cukup berat. Namun, bagi saya, dukungan keluarga dan teman-teman Indonesia disini sungguh sangat membantu menguatkan ketika semangat terkadang kendur. Secara keseluruhan kehidupan disini tidak terlalu jauh berbeda dengan di Indonesia (mungkin) menurut saya. Karena status sebagai student jadi semua terasa mudah. Yang susah adalah sekolahnya! (pasti lah ya.. ). Di Indonesia dulu saya terbiasa hidup mandiri, dalam artian karena saya anak tunggal, yang katanya manja, tapi itu tidak berlaku bagi saya. Ketika saya disini dan harus hidup sendiri, ya saya jalani. Mulai dari belanja, masak, smua urusan rumah tangga, sekolah, urusan administrasi, dan semuanya harus bisa dilakoni sendiri. Awalnya memang kaget si, untuk beberapa hal yang biasanya bisa minta bantuan ortu, tapi sekarang harus sendiri, ya dijalani saja. Saat pertama-pertama saya juga sempat mengalami culture shock. Hampir semua fasilitas disini dirancang untuk memudahkan sang pengguna dan tentunya dengan teknologi yang cukup canggih. Dulunya terbiasa dengan yang tradisional sekarang harus bisa dong adaptasi. Namun semuanya saya lalui juga, dan bersyukur masih bertahan.

Tak terasa masa 2 tahun jatah hidup saya di Eropa akan habis, di residence permit saya sendiri tertulis "Geldig tot 1 September 2013" yang artinya "berlaku sampai 1 September 2013". Yang tiba-tiba terpikir adalah seperti apa ya Jogja sekarang?? kampung halaman yang saya tinggalkan 2 tahun lalu. Walaupun winter lalu saya sempat pulang selama 3 minggu, tapi tentu akan berubah juga. 

Pengalaman saya waktu pulang kemarin adalah saya kaget dan agak shock mungkin terutama dengan suasana, keramaian, dan orang-orangnya. Saya bilang Jogja semakin semrawut dan kali itu juga saya merindukan kenyamanan bersepeda di Nijmegen. Walau harus ngonthel berkilo-kilo disini untuk mencicipi pancake paling enak, tiap hari PP kampus-rumah, ngonthel waktu salju, tetep saya jalani. Karena cuma sepeda yang saya punya untuk transportasi. Bus ada, tapi kalau tidak karena sangat kepepet saya enggan naik bus. Seneng naik sepeda. Dengan sepeda itu pula, disini jadi terasa longgar, tidak semrawut. Mobil si banyak juga cuma kok rasanya agak lengang. Macet si kalau pas jam berangkat sama pulang kantor, cuman kok masih rasa nyaman gitu. Udaranya juga terasa bersih. Pokoknya semua teratur dan rapi. Paling suka dengan keteraturan di sini. Selain suasana, yang akan saya rindukan kalau misal harus back for good adalah kecepatan internet di Belanda. Disini sungguh dimanja dengan internet, mau apa aja bisa. Selain itu akses jurnal-jurnal di Pubmed juga bebas karena status masih mahasiswa Radboud. Ada si beberapa yang harus bayar, tapi bisa disiasati dengan minta ke negara lain atau kalau memang belum sangat butuh bisa dengan referensi lain. Kalaupun ada yang harus meminta jurnal dari teman di negara lain itu juga tidak banyak, mungkin 2-3 papers.

Well, mungkin semua kenyamanan ini akan berakhir cepat atau lambat. Dan menghadapi kenyataan di kampung halaman mungkin akan membuat saya shock untuk kedua kalinya. Siap-siap aja deh untuk reverse culture shock, bukan begitu??

3 comments:

  1. Cieh cieeeh yang mau pulkam. Semoga deh sebelum pulkam bisa ke Istanbul dan Praha dulu. Amiiiinnnn

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahah....pulkam?? mmmmm.......... amiinn..amiinn..pokokmen praha loh ya.. :P

      Delete
  2. Iya dong Praha... peluk patung yang ada di jembatan Charles itu. Ada patung yang ada lubang di tengahnya... sebut namaku ya hahahaha siapa tahu kan tuh patung manggil2 hwhwhwhw

    ReplyDelete